DASAR TEORI
1.
Pengertian Penerimaan Diri
Penerimaan diri menurut Rogers dalam Aryanti (2003)
adalah orayang selalu terbuka terhadap setiap pengalaman serta mampu menerima
setiap masukan dan kritikan dari orang lain. Ketidak mampuan menerima diri apa
adanya dan segala keunikannya karena adanya perasaan suasana hati yang
tertekan. Keadaan tertekan ini akan membuat individu merasa pesimis.
Menerima diri sebagaimana adanya adalah suatu
tahapan yang harus dilakukan karena akan membantu dalam menyesuaikan diri aspek
dari kesehatan mental sebagaimana pendapat Partosuwido dalam Helmi (1998)
tentang kriteria orang yang bermental sehat, yaitu:
a.
Memiliki
pandangan yang sehat terhadap kenyataan (diri dan sekitarnya)
b.
Mampu
menyesuaikan diri dalam segala kemungkinan dan mampu mengatasi persoalan.
c.
Dapat mencapai
kepuasan pribadi dan ketenangan hidup tanpa merugikan orang lain.
Menurut Helmi (1998) penerimaan diri adalah sejauh
mana seseorang dapat menyadari dan mengaku karakteristik pribadi dan
menggunakannya dalam menjalani kelangsungan hidup.
Menurut Chaplin (2004) penerimaan diri atau self
acceptance adalah sikap yan gmerupakan cerinan dari perasaan puas terhadap diri
sendiri, dengan kualitas-kualitas dan bakat-nakat diri serta pengakuan akan
keterbatasan yang ada pada diri. Sedangkan menurut Maslow dalam Helmi (1995) berpendapat
bahwa penerimaan diri adalah kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan
diri yang didapat melalui pengenalan secara utuh.
Sartain dalam Andromeda (2006) mendefinisikan
penerimaan diri sebagai kesadaran seseorang untuk menerima dirinya sebagaimana
adanya dan memahami dirinya seperti apa adanya.
Jadi, penerimaan diri adalah sikap positif individu
yang ditunjukkan dengan rasa senang dan puas akan dirinya, menerima keadaan
diri, fakta, realitas, baik secara fisik maupun psikis dengan segala kelemahan
dan kelebihan yang ada pada diri tanpa ada rasa kecewa dan berudaha
mengembangkan diri seoptimal mungkin.
2.
Aspek Penerimaan Diri
Pada umumnya, individu dengan penerimaan diri yang
baik akan menunjukkan ciri-ciri tertentu dalam berfikir dan melakukan aktifitas
kesehariannya. Individu yang dapat menerima dirinya secara utuh berarti
individu tersebut mampu menerima secara positif aspek-aspek dalam diri, Grinder
dalam Parista (2008), aspek-aspek penerimaan diri meliputi:
a.
Aspek Fisik
Tingkat penerimaan diri secara fisik, tingkatan
kepuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh dan penampilan fisik secara
keseluruhan menggambarkan penerimaan fisik sebagai suatu evaluasi dan penilaian
diri terhadap raganya, apakah raga dan penampilannya menyenangkan atau
memuaskan untuk diterima atau tidak.
b.
Aspek Psikis
Aspek psikis meliputi pikiran, emosi dan perilaku
individu sebagai pusat penyesuaian diri
(Calhoun & Acocella, 1990). Individu yang dapat menerima dirinya
secara keseluruhan serta memiliki keyakinan akan kemampuan diri dalam
menghadapi tuntutan lingkungan.
c.
Aspek Sosial
Aspek sosial meliputi pikiran dan perilaku individu
yang diambil sebagai responnsecara umum terhadap orang lain dan masyarakat
(Calhoun & Acocella, 1990). Individu menerima dirinya secara sosial akan
memiliki keyakinan bahwa dirinya sederajat dengan orang lain sehingga individu
mampu menempatkan dirinya sebagaimana orang lain mampu menempatkan dirinya.
d.
Aspek Moral
Perkembangan moral dalam diri dipandang sebagai
suatu proses yang melibatkan struktur pemikiran individu dimana individu mampu
mengambil keputusan secara bijakn serta mampu mempertanggungjawabkan keputusan
atau tindakan yang telah diamilnya berdasarkan konteks sosial yang telah ada
Grinder dalam kinayungan (2008).
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri
Harlock (1974) mengemukakan tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi dalam penerimaan diri antara lain:
a.
Adanya Pemahaman
Tentang Diri Sendiri
Hal ini timbul karena adanya kesempatan seseorang
untuk mengenalikemampuan dan ketidakmampuannya. Individu yang dapat memahami
dirinya tidak akan hanya tergantung pada intelektualnya, tetapi juga pada untuk
penemuan diri sendiri, maksudnya semakin orang dapat memahami dirinya, maka
semakin ia dapat menerima dirinya.
b.
Adanya Hal yang
Realistik
Hal ini timbul jika individu menentukan sendiri
harapannya yang sesuai dengan pemahaman dan kemampuannya, serta bukan diarahkan
oleh orang lain dalam mencapai tujuannya. Hal ini akan menimbulkan kepuasan
tersendiri bagi individu dan merupakan hal penting dalam penerimaan diri.
c.
Tidak Adanya
Hambatan Dalam Lingkungan
Walaupun seseorang sudah memiliki harapan yang
realistik, tetapi jika lingkungan tidak mendukung dan tidak memberi kesempatan bahkan
menghalangi individu tersebut, maka harapan individu tersebut akan sulit
tercapai.
d.
Sikap-Sikap
Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
tidak akan menimbulkan prasangka dan kecemasan, karena adanya penghargaan
terhadap kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu mengikuti kebiasaan
lingkungan.
e.
Tidak Adanya
Gangguan Emosional yang Berat
Dengan tidak adanya emosi yang berat, akan tercipta
individu yang dapat bekerja dengan baik dan merasa bahagia dengan apa yang
dikerjakan.
f.
Pengaruh Keberhasilan
yang Dialami, Baik Secara Kualitatif dan Kuantitatif
g.
Identifikasi Orang
yang Memiliki Penyesuaian Diri yang Baik
Individu yang mengindentifikan dengan individu lain
yang mempunyai penyesuaian yang baik, maka individu tersebut dapat pula
bertingkah laku sesuai dengan yang dicontohnya.
h.
Pola Asuh Masa
Kecil yang Baik
Seorang anak dengan pola asuh demokratis akan
cenderung berkembang sebagai Individu yang dapat menghargai dirinya sendiri.
i.
Konsep Diri yang
Stabil
Individu yang tidak memiliki konsep diri yang
stabil, akan sulit menunjukkan pada orang lain siapa dia sebenarnya, sebab dia
sendiri ambivalen dengan dirinya sendiri.
4.
Karakteristik Individu yang Memiliki Penerimaan Diri
Sheere dalam Cronbach (1963) ciri-ciri seseorang
yang mau menerima diri adalah:
1.
Mempunyai
keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupannya.
2.
Menganggap
dirinya berharga sebagai seseorang manusia yang sederajat dengan orang lain.
3.
Berani memikul
tanggung jawab terhadap perilakunya.
4.
Menerima celaan
dan pujian secara onjektif.
5.
Tidak
menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari
kelebihannya.
Sedangkan menurut Allport dalam Hjelle & Zeigler
(1992) ciri-ciri seseorang yang mau menerima diri yaitu sebagai berikut:
1.
Memiliki
gambaran positif tentang dirinya
2.
Dapat mengatur
dan dapat bertoleransi dengan rasa frustasi dan kemarahannya.
3.
Dapat
berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi orang yang memberi
kritik/masukan.
4.
Dapat mengatur
keadaan emosi
5.
Dampak Adanya Penerimaan diri
Harlock (1974) menjelaskan bahwa semakin baik
seseorang dapat menerima dirinya, mala akan semakin baik pula penyeseuaian diri
dan sosialnya. Harlock (1974) membagi dampak dari penerimaan diri dalam 2
kategori, yaitu:
a.
Dalam
penyesuaian diri.
Orang yang memiliki penyesuaian diri, mampu
mengenali kelebihan dan kekurangannya. Salah satu karakteristik dariorang yang
mempunyai penyesuaian diri yang baik adalah lebih mengenali kelebihan dan
kekurangannya, biasanya memiliki keyakinan diri. Selain itu juga lebih dapat
menerima kritik, dibanding dengan orang yang kurang dapat menerima dirinya.
Dengan demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat mengevaluasi dirinya
secara realistik, sehingga dapat menggunakan semua potensinya secara efektif.
b.
Dalam
penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya
penerimaan dari orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa
aman untuk berempati pada orang lain. Dengan demikian, orang yang memiliki
penerimaan diri dapat menyesuaikan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan
orang yang merasa rendah diri atau merasa tidak adekuat sehingga cnderung untuk
bersikap berorientasi pada dirinya sendiri.
6.
Cara Penerimaan Diri
Menurut Basow (1992) penerimaan individu yang baik
dapat dinilai dari kesamaannya. Individu dengan mental yang sehat akan
memandang dirinya disukai orang, berharga dan diterima orang lain atau
lingkungannya.
Menurut Suprakti (1995) penerimaan diri ada lima,
yaitu reflected self acceptance, basic
self acceptance, conditional self acceptance, self evaluation, real idea
icomparison, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
a.
Reflected Self Acceptance
Jika orang lain menyukai diri kita maka kita akan
cenderung untuk menyukai diri kita juga.
b.
Basic Self Acceptance
Perasaan yakin bahwa dirinya tetap dicintai dan
diakui oleh orang lain walaupun tidak mencapai patokan yang diciptakannya oleh
orang lain terhadap dirinya.
c.
Conditional Self Acceptance
Penerimaan diri yang didasarkan pada seberapa baik
seseorang memenuhi tuntutan dan harapan orang lain terhadap dirinya.
d.
Self Evaluation
Penelitian seseorang tentang seberapa positifnya
berbagai atribut yang dimiliki orang lain yang sebaya dengan seseorang
membandingkan keadaan dirinya dengan keadaan orang lain yang sebaya dengannya.
e.
Real Idea Icomparison
Derajat kesesuaian antara pandangan seseorang
mengenai diri yang sebenarnya dan diri yang diciptakan yang membentuk rasa
berharga terhadap dirinya sendiri.
7.
Penerimaan Diri “Pelacur”
Menurut Hurlock (1973) kebebasan dari hambatan
lingkungan merupakan salah satu kondisi yang dapat mengarahkan pada pembentukan
penerimaan diri. Menurut Hjelle dan Zeigler (1976), penerimaan diri merupakan
ciri kepribadian yang masak. Individu yang menerima dirinya sehingga dia mampu
untuk menghadapi kegagalan atau kejadian yang menjengkelkan tanpa rasa marah
atau memiliki sikap yang bermusuhan.
Rogers (1987) menegaskan bahwa penerimaan diri
berbentuk dari pengertian terhadap kemampuan-kemampuan berdasarkan nilai-nilai
sosial yang ada. Kemampuan penerimaan diri didasarkan pada tanggung jawab yang
positif mengenai dirinya dan kehidupannya. Hal ini berkaitan dengan pendapat
Walgito (1994) yang mengatakan bagaimanapun hubungan antara individu dengan
lingkungannya terutama lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah, dalam
arti bahwa hanya lingkungan saja mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu
dengan lingkungannya terdapat hubungan timbal balik. Penilaian positif terhadap
keadaan fisik seseorang sangat membantun perkembangan sikap penerimaan diri ke
arah yang positif. Hal ini disebabkan penilaian positif akan membuat rasa puas
terhadap keadaan diri, dan rasa puas ini merupakan awal sikap positif terhadap
dirinya dan diri orang lain. Dengan demikian maka arah pembentukan penerimaan
diri pada pelacur berhubungan dengan bagaimana penyesuaian terhadap tuna susila
dalam masyarakat.
8.
Proses Penerimaan Diri
Proses penerimaan diri umumnya diterangkan melalui
pengertian konsep diri. Menurut Wallis dalam Suliatiani (1992), konsep ini
adalah pendangan individu terhadap seluruh keadaan dirinya dan sebagai bekal
yang penting dalam berinteraksi dengan orang lain. Melalui konsep diri akan
membantu individu melakukan penilaian terhadap diri sendiri dan akan membantu
melakukan evaluasi diri. Evaluasi diri mengarah ke penerimaaan diri atau
kemampuan untuk menghargai diri sendiri secara objektif.
Pujijogyanti menjelaskan bahwa segala bentuk
sanjungan, senyuman, pujian dan pengahargaan positif akan menyebabkan penilaian
positif terhadap diri sendiri dan orang laun, sedangkan ejekan, comoohan dan
hardikan akan menyebabkan pemikiran negatif pada diri sendiri.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses
penerimaan diri diawali dari intropeksi, evaluasi serta penilaian terhadap diri
sendiri melalui interaksi denga lingkungan atau orang lain.
9.
Ciri-ciri Penerimaan Diri
Rubin (1974) menjelaskan penerimaan diri merupakan karakteristik
yang paling dalam menerangkan secara luas mengapa seseorang berfungsi secara
baik. Hal tersebut ditampilkan dalam kemampuan mengatasi perasaan bila
mengalami kegagalan dan sadar bahwa manusia mempunyai keterbatasan dan
kelemahan.
Ciri-ciri yang menonjol pada individu yang menerima
dirinya sendiri menurut Sheerer dalam Cronbach (1963) yaitu:
a.
Mempunyai
keyakinan akan kemampuannya untuk menghadapi kehidupan
b.
Menganggap
dirinya berharga sebagai manusia
c.
Tidak menganggap
dirinya aneh/abnormal dan tidak mengharapkan orang lain menolak dirinya.
d.
Tidak malu dan
hanya memperhatikan dirinya.
e.
Berani memikul
tanggung jawab terhadap perilakunya
f.
Dalam
berperilaku mempergunakan norma dirinya
g.
Menerima pujian
dan celaan secara objektif
h.
Tidak
menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimiliki ataupun mengingkari
kenyataan.
ulasannya menarik, lengkap dan jelas..
BalasHapuskalo boleh tau sumber teorinya dpt dari mana ya? daftar pustakanya?
Nice sharingnya, kalau boleh tau, sumber teori2 yang tertulis di artikel dari mana saja ya?
BalasHapusBgus bgt isinya, klo bleh share sumber bukunya dnk?
BalasHapusBgus bgt isinya, klo bleh share sumber bukunya dnk?
BalasHapusPlease tolong dapusnya
BalasHapuskak, boleh minta dapusnya ga??
BalasHapusini artikelnya sangat membantu,
kalo kakak berkenan tolong kirimkan ke chacha2001.cc@gmail.com
daftar pustakanya?
BalasHapusDaftar pustakanya dong ?
BalasHapusdaftar pustakanya ada ??
BalasHapusdaftar pustakanya dong mba bisa di email dong titintitin28@ymail.com
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusbagus ,boleh minta daftar pustakanya ka tolong email yah untuk bahan skripsi juga febb.fitri@gmail.com
BalasHapus